√ Maulid dan Maulud Nabi, Bagaimana Hukumnya? - Ilhamsadli.com

Maulid dan Maulud Nabi, Bagaimana Hukumnya?

Sebelum membahas mengenai bagaimana hukumnya sesuatu, terlebih dahulu seharusnya kita membahas mengenai pengertiannya terlebih dahulu. Sebutannya adalah ta’rif dan ta’rif ada dua jenis yakni jami’ (menghimpun semua unsur mengenai sesuatu yang akan dibahas) dan mani’ (mengeluarkan segala yang menyimpang). Karena bagaimana pandangan beberapa ulama mengungkapkan bahwa hukum mengenai maulid masih menjadi perdebatan.  Afwan, ada beberapa orang mengatakan bahwa maulid dan maulud nabi hukumnya adalah bid’ah. Dan akhirnya menemukan kesimpulan bahwa segala sesuatu yang bid’ah adalah sesat, fenomena inilah yang kadang kita keliru dalam memahami apa arti sebenarnya dari yang kita anggap bid’ah.

Melihat Dari Sudut Bahasa dan Sejarah

Sebelum membahas lebih dalam mengenai maulid, kita terkadang dibuat bingung dengan muncul dua kosakata maulid dan maulud. Dalam tata bahasa, kata “maulid” bermakna hari kelahiran, tetapi berbeda dengan ulang tahun. Sedangakan kata “maulud” bermakna bayi yang lahir. Lalu bagaimana hukumnya maulid dan maulud? Pertanyaan seperti ini tidak ada jawabannya, karena hukumnya hari kelarihan itu tidak ada. Pengertian hukum sendiri terletak pada perbuatan. Mari kita analogikan agar menjadi lebih sederhana, misalkan kita tanyakan bagaimaa hukumnya gelas maka gelas tidak memiliki hukum. Kecuali jika kita bertanya bagaimana hukumnya gelas jika digunakan untuk menampung air yang baik lalu diminum, dengan ketika gelas digunakan untuk melempar seseorang hingga berdarah, maka kondisi inilah kemudian muncul hukumnya.

Mari kita melihat ke zaman sebelum kelahiran Rasulallah Saw, yakni pada zaman Nabi Isa a.s. mari kita lihat dari sudut ayat dalam Al-Qur’an.

وَإِذْ قَالَ عِيسَى ٱبْنُ مَرْيَمَ يَٰبَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ إِنِّى رَسُولُ ٱللَّهِ إِلَيْكُم مُّصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَىَّ مِنَ ٱلتَّوْرَىٰةِ وَمُبَشِّرًۢا بِرَسُولٍ يَأْتِى مِنۢ بَعْدِى ٱسْمُهُۥٓ أَحْمَدُ فَلَمَّا جَآءَهُم بِٱلْبَيِّنَٰتِ قَالُوا۟ هَٰذَا سِحْرٌ مُّبِينٌ

Dan (ingatlah) ketika ’Isa Putera Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)” Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata” (Q.S As-Shaff [61] : 6)

Nabi Isa a.s hidup 600 tahun sebelum Rasulallah, dan ketika itu ummatnya mengira bahwa beliau adalah nabi terakhir karena memiliki sifat yang baik sesuai dengan apa yang dituliskan dalam al-kitab. Ketika mendengar pendapat demikian lalu Nabi Isa a.s memberikan kabar gembira bahwa akan datang seorang rasul dan nabi terkahir yang lebih baik darinya. Nabi Isa saja bergembira dengan kelahiran Muhammad Saw, bahkan jauh sebelum kelahirannya. Nabi Isa saja berbahagia lalu kenapa kita tidak bergembira?

Nabi Ibrahim a.s dan Nabi Ismail a.s hidup di zaman 30 generasi sebelum Rasulallah Saw, ketika itu beliau meninggikan bangunan ka’bah kemudian beliau berdua berdo’a di depan ka’bah. Dan menariknya sahabat, do’a tersebut adalah do’a maulud, detailnya ada dalam surah Al-Baqarah ayat 129, berikut ini terjemahannya.

“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S Al-Baqarah [2] : 129)

Beliau yang hidup jauh 30 generasi sebelum Rasulallah saja bergemberia dengan kelahiran seorang kekasih Allah Swt. Sedangkan kita yang hanya butiran debu dengan banyak salah, dosa dan kisah hidup belum tentu menginspirasi orang masih pantaskah tidak berbahagia dengan kelahiran Rasulallah.

Menyikapi Maulid dan Maulud

"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Q.S Yunus [10] : 57-58)

Mungkin sahabat pernah mendengar atau membaca hadist mengenai alasan Rasulallah berpuasa di hari senin, dan itu adalah salah satu ungkapan ras syukur beliau. Sahabat bergembira dengan tibanya Rasulallah Saw sehingga ketika berakhir masa kenabian maka para sahabat mengebadikannya dalam bentuk tulisan sirah (sejarah), pujian (shalawat), amalan dan pengajaran.

Untuk kita maka definisikan maulid dan maulud Nabi itu setiap hari bahkan sestiap saat. Gunakan sebagai bahan koreksi untuk kita sudah sejauh mana ibadah kita, seberapa besar dosa yang kita telah lakukan. Lalu apakah keliru ketika meryakan maulid dan maulud nabi? Jawabannya adalah tergantung niat kita. Jika kita menyikapi dan menggunakan momentum itu untuk mengajarkan serta mengenalkan bagaimana Rasulallah maka itu tidak keliru. Yang menjadikannya bid’ah adalah ketika kita salah menyikapi, sehingga beranggapan bahwa ketika bershalawat ruh Rasulallah bersama kita waktu itu, maka itulah bid’ah.

Kalau menentukan sebuah hukum maka lihat dahulu turunannya atau bagaimana persamaannya. Jika kita memahami setiap yang tidak ada contohnya pada Al-Qur’an, Hadist, Zaman Sahabat, zaman Tabi’ain itu bid’ah, maka ada banyak bid’ah dalam kehidupan kita. Misalkan beras dijadikan sebagai Zakat, apakah ada penjelasannya dalam Al-Qur’an, hadist, atau zaman sahabat? Pasti jawabannya tidak, kenapa dijadikan sebagai zakat? Karena ulama menggunakan pendekatan-pendekatan sehingga bisa memberikan fatwa bahwa beras boleh dizakatkan, karena pada zaman Rasulallah yang menjadi zakat adalah gandum dan kurma. Dan pada zaman itu, benda tersebut adalah makanan pokok, maka inilah yang disebut sebagai pendekatan hukum Fiqih.

Barakallah, semoga artikel ini bisa bermanfaat dan bisa memberikan ilmu bermanfaat, segala kebenaran hanya datang dari Allah, dan jika ada kekeliruan maka itu berasal dari saya sendiri. Wallahu a’alam…

Salam Literasi….

Sumber: Video Ustadz Adi Hidayat Lc MA

Penulis: Ilham Sadli
Ilham Sadli Seorang Travel blogger sekaligus freelance Writer yang tergabung dalam Forum Lingkar Pena Cabang Jember sejak 2014, suka menulis puisi dan kadang terlalu nyaman dengan menulis kisah seseorang.

Belum ada Komentar untuk "Maulid dan Maulud Nabi, Bagaimana Hukumnya?"

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar, jangan lupa follow twitter @blogsadli, Instagram @ilhamsadli atau subscribe email anda untuk mendapatkan update terbaru. Terimakasih sudah berkunjung

Rajabacklink