√ [Cerpen] Kujemput Hidayahku - Ilhamsadli.com

[Cerpen] Kujemput Hidayahku

“Sebaik-baiknya orang ketika ia membenci masa lalunya yang penuh dengan kemaksiatan dan segera berhijrah dari keburukan itu. Ia tak suka dengan kemaksiatan yang pernah ia lalui, dan tak pernah membayangkan untuk kembali kemasa buruknya lagi” ucap sang Murrabiyahku siang itu, ketika sedang menyampaikan materi. Murrabi kedua semenjak aku ikut mengaji.

            “Pacaran itu aib, tak usah lagi mengungkit masa lalu” tukasku ketika ada seorang teman lama menanyakan perihal hubunganku dengan mantan pacarku.
            Terkadang aku menyadari, begitu beruntungnya mereka yang semasa remajanya tak pernah tersentuh dengan kata ‘pacaran’ , mereka masih suci dan layak mendapatkan pasangan yang sama sekali juga belum pernah pacaran. Terkadang aku merasa iri kepada mereka yang sampai dewasa ini tetap di jaga oleh Allah dari kemaksiatan-kemaksiatan pacaran. Sejujurnya akupun malu mengakui diri pernah pacaran jika berkumpul bersama mereka, seolah diri inilah yang paling buruk imannya.
            Namun, tetap saja aku bersyukur, Allah ternyata masih mencintaiku. Allah mengarahkanku kejalan yang lurus setah aku berjalan dalam jalan kemksiatan. Allah mengulurkan tangannya untukku, Allah begitu mencintaiku. Di saat aku tersesat Allah masih menyadarkanku akan jalan menuju kebenaran.

            Dulu,,, siapa aku? Jauh dari kata penghuni syurga. Menjalankan perintah Allah pun seenaknya saja, bahkan sangat jarang. Tilawah? Aku baru mengenal nama itu setelah bergabung dengan mereka yang menyesatkanku kedalam jalan-Nya.
            Aku dibesarkan di keluarga yang mungkin masih bisa dikatakan awam dalam keislamannya. Asal aku bisa baca al-qur’an, hafalan sholat itupun sudah cukup. Bahkan akupun tak pernah diajarkan untuk menutup aurat.
            Pacaran? boleh saja dalam keluargaku, ‘asal jangan macam-macam’ tukas ibuku.
            Sejak memasuki kelas 2 SMA aku baru kenal yang namanya pacaran, yah.. baru kenal ketimbang para teman-temanku. Aku di sekolahkan di SMA yang mayoritasnya non muslim, di antara 50 siswa yang muslim hanya 5 orang. Aku belajar agama hanya di sekolah. Itu pun hanya satu jam pelajaran (1x45 menit) dan dalam 1 bulan mungkin hanya masuk 2 kali . Guru agama Islam kami sering ganti-ganti, entah aku tak paham maksud mereka. Ada seorang guru agama yang hanya mengajar kami selama 1 semester. Ia seorang perempuan berkerudung lebar, berbaju longgar, berkaus kaki, dan tak mau bersalaman dengan murid laki-laki. Aku baru pertama kali menemui wanita seperti itu. Ia pernah menangis di kelas kami, karena mengetahui bahwa 2 orang diantara kami tak bisa sholat dan mengaji.
            Pacaran? awalnya malu-malu.. jalan barengan, semotor berdua, jalan-jalan mengitari kota, nongkrong di taman, pegangan tangan, dan putus. Kejadian itu berulang-ulang terus terjadi. Ada kalanya juga pacaran jarak jauh katanya, yang cuman telp-telp an, smsan saling kirim foto, bosen! Putus!.
            Lulus SMA, dan saatnya memasuki dunia baru, tempat belajar baru, teman baru dan kostum yang baru. Tak luput dari ospek jika masuk diperguruan tinggi. Karena yang perempuan dituntut untuk mengepang seribu rambut yang panjang aku memutuskan untuk mengenakan kerudung karena tak ingin ribet.
            Aku mengenal seorang mahasiswa satu angkatan namun beda fakultas, awalnya cuman sering tukar informasi mengenai dunia kampus, minta nomer hape, smsan dan berniat untuk kekampus bareng. Di kampusku waktu itu ada mentoring yang dilaksanakan di masjid kampus, setiap sabtu siang aku dengannya berangkat bareng, dan akhirnya kami pacaran. Ada rasa yang berbeda ketika aku berpacaran dengannya. Bukan sebagai kekasih yang merasakan cinta, namun selayaknya teman akrab yang sering bercandaan, bergurau dan hal-hal yang dilakukan seorag sahabat. Meskipun kami beda fakultas, namun jika ada tugas kami sering belajar bareng.
            Dia juga akrab dengan ayah dan ibuku, bahkan ketika ada konser  waktu itu, ia berani untuk meminta ijin membawaku nonton konser, sampai larut malam. Lebaran, aku entah dia sama-sama bersilaturahim kekeluarga.
            Aku sering melakukan kesalahan, namun ia dengan sabarnya dan tak pernah memarahiku dan selalu membantuku jika aku mengalami kesulitan. Hingga ada dimana situasinya tak lagi semanis kemarin-kemarin.
            “Kamu bilang aku temanmu?” aku marah padanya ketika ia mengatakan sedang bersama temannya, jelas-jelas ia bersamaku waktu itu. Aku marah padanya karena ia mengakuiku sebagai temannya dihadapan teman kampusnya.
            “Aku sedang ada tugas kelompok, dan lebih memilih jalan ma kamu. Kalau aku bilang bersama pacarku, apa kata mereka ntar?” baru kali ini aku melihat ada rasa kecewa di wajahnya.
            “Kita putus!” tukasku dan pergi meninggalkannya.

            Satu hari, dua hari. Tak ada kabar tentangnya. Waktu itu aku masih mencintainya. Bahkan pernah ada niatan untuk bunuh diri ketika aku mengajak balikan namun ia menolaknya. Mengurung diri di kamar bahkan pernah tiga hari tak keluar rumah dan tak berangkat kuliah. Entahlah aneh jika dideskripsikan masa lalu yang sia-sia itu.
            “Kelak kamu akan mendapatkan yang lebih baik dari pada aku!” tukasnya terakhir kalinya...
            Sungguh, aku begitu frustasinya.
            Di saat aku merasakan kekacauan dalam hatiku, ada seorang kakak yang selalu menanyai kabarku, meskipun aku jarang membalas sms nya. Ia mengajakku bertemu. Aku iyakan. Entah mengapa aku menumpahkan segala rasa kesalku kepadanya, namun yang sangat disayangkan, seolah-olah ia menyalahkanku karena kau pacaran tukasnya.
            Aku mencoba belajar untuk melupakannya namun terkadang aku melihatnya di jalan. Kadang juga aku bertemu dengannya dirumah makan, ia masih bisa tertawa dengan gembiranya bersama teman-temannya, namun aku begitunya merasakan sakit hingga lebih dari satu bulan.
            Za, ikutan Liqo yuk, asyik lho.. kaya mentoring gitu!” ajak teman sekelasku. Karena tidak ada kerjaan aku mengiyakan saja. Waktu itu aku masih seenaknya saja lepas dan buka kerudung, bahkan ketika di ajak awal kali liqo aku baru pertamanya mengenakan kerudung lagi semenjak putus dengannya.
            “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya.....”
            Aku baru pertama kali mendengar ayat ini. Usai liqo, aku segera pulang kerumah mengabil beberapa uang tabunganku, dan mengajak teman untuk membeli kerudung yang sekiranya tak tembus pandang dan lebar.
            Hari-hari berikutnya aku rutin untuk datang liqo dan menghadiri pengajian-pengajian yang diadakan dikampus. Bagai ceret kosong yang belum terisikan air, dan selalu ingin dipenuhi air, aku begitu semangatnya menuntut ilmu agama.
            Entah mengapa di medsos Line, aku dengannya saling menanyakan kabar lagi, dan ada rasa ingin berjumpa dengannya lagi. Dan benar saja dia mengajakku bertemu dan mau mengajakku mengitari kota lagi. Aku bingung, aku sangat menginginkan masa-masa itu lagi. Namun, teringat kembali materi-materi yang pernah kudapat mengenai ikhtilat dan menjauhi zina. Aku memohon kepada Allah untuk terlindung dari keburukan masa lalu yang mungkin bisa saja aku ulangi lagi.
            Berat rasanya menolak ajakkannya, namun aku tetap yakin dengan janji-janji Allah. Aku belajar melupakkannya...
            Satu tahun , dua tahun dan sampai empat tahun ini telah terlewati, bahkan aku tak lagi berharap untuk bertemu sang mantan, dan tak ada rasa mencintainya lagi. Rasa itu tergantikan oleh ikatan-ikatan ukhuwah dan kecintaan terhadap-Nya.
            Terimakasih buat kamu, yang telah menyakitiku hingga aku terjerumus kedalam nikmatnya menjalankan perintah-Nya...
            Terimkasih pula buat kamu yang membuatku tersakiti dengan mengharapkanmu, bahwa mengharapkan keridhaan-Nya jauh lebih bermakna dalam hidup ini.
Ilham Sadli Seorang Travel blogger sekaligus freelance Writer yang tergabung dalam Forum Lingkar Pena Cabang Jember sejak 2014, suka menulis puisi dan kadang terlalu nyaman dengan menulis kisah seseorang.

Belum ada Komentar untuk "[Cerpen] Kujemput Hidayahku"

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar, jangan lupa follow twitter @blogsadli, Instagram @ilhamsadli atau subscribe email anda untuk mendapatkan update terbaru. Terimakasih sudah berkunjung

Rajabacklink